Banda Aceh - Fenomena seks bebas (free sex) di Aceh belakangan ini ternyata bukan cuma dominasi kalangan remaja dan pelajar. Tapi bahkan mulai ada sekumpulan wanita dewasa bermain arisan yang hadiahnya adalah mendapat kesempatan “tidur” dengan lelaki muda (berondong) yang diupahi.
Selain itu, terdapat pula komunitas remaja putri di Kota Banda Aceh yang siap dipanggil oleh om-om yang transaksinya dilakukan melalui handphone, kafé, dan hotel.
“Itulah hasil pantauan BP3A belakangan ini,” ungkap Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Aceh, Dahlia MAg yang didampingi Konselor BP3A, Dra Endang Setianingsing, kepada Serambi, Senin (4/3) siang.
Semula Dahlia dihubungi untuk mendapatkan gambaran solusi apa yang ditawarkan dan apa peran yang dimainkan badan yang dipimpinnya itu untuk mengatasi seriusnya fenomena seks bebas di Aceh, sebagaimana dilaporkan Serambi kemarin.
Tapi ia justru lebih banyak membeberkan hasil pantauan lembaganya terkait perilaku seks bebas/seks menyimpang di sejumlah daerah di Aceh. Salah satunya adalah tentang arisan berhadiah “berondong” tadi. Cuma Dahlia masih belum mau membeberkan di kota mana di Aceh arisan berhadiah “berondong” itu berlangsung.
Begitupun, ia dengan gamblang membeberkan hasil penelitian tahun 2011 di kalangan siswa SMA dan mahasiswa Banda Aceh yang diklaimnya akurat. Bahwa berdasarkan penelitian seorang guru SMA, ternyata 6,42% seks bebas dilakoni oleh remaja SMA Banda Aceh dan 12,02% oleh mahasiswa.
Sebanyak 14,72% di antaranya melakukan pelukan dan ciuman dengan pasangannya dan 1,82% melakukan hubungan intim pranikah. “Umumnya seks bebas itu dilakukan anak-anak kos yang jauh dari orang tuanya dan tidak mempunyai aturan ketat dari pemilik kos,” ujar Dahlia mengutip hasil penelitian itu.
Namun, menurut penelitian tersebut, sebagian lagi dilakukan oleh anak-anak yang masih tinggal dengan orang tuanya. Itu terjadi, karena kurangnya pengawasan orang tua terhadap pergaulan anaknya.
Dalam penelitian yang hasilnya diserahkan si peneliti ke BP3A itu terungkap pula bahwa 90% siswa telah terbiasa menonton film porno (blue film) dan 15% dari mereka sudah menjadi kebutuhan. Sehingga untuk melampiaskannya mereka lakukan masturbasi atau onani.
“Faktor ingin hidup bebas, mewah, dan bersenang-senang juga menjadi pemicu terjadinya seks bebas,” ujar Dahlia. Dari segi psikologi, lanjut Dahlia, hal itu bisa berdampak pada pendidikan si anak, karena sering melalaikan tugas-tugas sekolah dan suka memberontak pada guru dan orang tuanya.
Mengantisipasi fenomena yang meresahkan itu, Dahlia menegaskan kembali pentingnya peran orang tua dalam mengawasi pergaulan anak-anaknya serta memberikan pendidikan agama sebagai modal utama dalam menjalani kehidupan.
Menanggapi kasus pergaulan bebas di kalangan remaja Aceh belakangan ini, Psikolog Dra Nurjannah MM CHt merekomendasikan perlunya pendidikan seks terkait kesehatan reproduksi agar remaja lebih bisa menjaga dan menghargai dirinya sendiri.
“Zaman sekarang membicarakan seks bukan hal yang tabu lagi. Pendidikan seks perlu diajarkan kepada anak di sekolah sejak usia dini dan secara bertahap agar remaja yang masih dalam tahap pencarian identitas diri mendapat referensi yang jelas dan memadai,” ujarnya.
Ia tambahkan, remaja perlu berinteraksi dengan lawan jenisnya agar mereka tidak mengalami kesulitan dalam bergaul. Interaksi antarlawan jenis tersebut adalah sebatas yang ditolerir dalam agama dan masyarakat kita, yakni sebatas obrolan dan kontak fisik seperti berjabat tangan. “Selebihnya ciuman, berpelukan, dan lain-lain yang menyerempet hubungan intim sudah masuk kategori pergaulan bebas dan itu harus dijauhi,” tukasnya.
Menurut Nurjannah, orang tua tak perlu menghakimi remaja karena pelaku pergaulan bebas bukan hanya mereka, melainkan juga orang tua dan dewasa. “Yang saya takutkan justru seks menjadi way of life dalam masyarakat kita,” pungkasnya.
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Drs Tgk Ghazali Mohd Syam berpendapat, terjadinya pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan, karena rasa malu di antara keduanya sudah hilang, sehingga memicu terjadinya perbuatan maksiat.
Ia bersaran agar pemerintah di Aceh menghukum pelaku seks bebas ataupun mereka yang melanggar norma-norma agama dengan mengesahkan segera Qanun Jinayah. Pemberlakuan qanun itu kelak diyakini Ghazali akan menimbulkan efek jera kepada para pelaku. Ia tambahkan pentingnya pengawasan orang tua terhadap pergaulan anak-anaknya agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. (m/n)
---
Sumber : Serambi