Breaking News
Loading...
Wednesday, April 17, 2013

Info Post

Banda Aceh – Kesal? Mungkin ini yang dirasakan sebagian besar anggota Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh. Maklum, tugas mereka sebagai “pintu gerbang” Syariat Islam nyaris tak berharga saat beradu kepentingan di tingkat yang lebih tinggi di Kota Banda Aceh ini.


Pekerjaan anggota Satpol PP dan WH, seperti tak bermakna. Tanpa ada pemeriksaan, para pelaku yang terungkap justru dilepaskan oleh pimpinan mereka sendiri. Yaitu Kepala Satuan Polisi (Kastpol) Pramong Praja dan Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh, Edi Syahputra. SH

Sumber Tabloid Modus di Pemko Banda Aceh serta Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh mengaku, kondisi yang terjadi membuat mereka sakit hati dan merasa dilecehkan oleh atasan mereka sendiri.

Hari Rabu, 10 April 2013, laporan tak elok ini masuk ke meja redaksi Tabloid Modus Aceh. Sumber yang tak ingin disebutkan namanya tadi, menceritakan kronologis kejadian tersebut secara gamblang.

Bermula dari penangkapan sepasang insan non-muhrim di pantai Ulee Lhee, hari Selasa dua pekan lalu. Sekitar pukul 15:00 Wib, beberapa anggota Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh melakukan patroli rutin. Hari itu, mereka melewati kawasan Lamteumen, masuk ke Gampong Lampoh Daya, kemudian memutar kearah pantai Ulee Lhee, Banda Aceh.

Saat memasuki lawasan wisata itu, yang hanya berjarak 2 Km dari pusat kota, anggota Satpol PP dan WH melihat satu unit mobil merek ‘Swift’ warna merah maron terparkir ditepi jalan yang lengang. Anehnya, mesin mobil bernomor polisi BL 303 LC itu dalam keadaan hidup. Mereka curiga, petugas mendekati mobil itu, Hasilnya?, “Kami terus memantau mobil itu”, kata sumber Modus tersebut.

Benar saja. Ketika anggota SatpolPP dan WH Kota Banda Aceh mendekati mobil yang disasar, ternyata ada dua insan berlainan jenis di dalam mobil. Sambil mengetuk-ngetuk jendela kaca jendela, anggota Satpol PP dan WH berkata “Dalam Syariat wanita dan pria yang bukan mahram berdua-duaan ditempat sepi, di dalam mobil yang tertutup kaca gelap, hukumnya haram”.

Kemudian,petugas menyuruh keduanya untuk keluar dari dalam mobil. Saat itu, kedua insan tadi terlihat panik dan buru-buru memakai kembali pakaian mereka. Meskipun begitu, pelaku pria akhirnya keluar juga dari mobil ‘Swift’ nya, sementara sang wanita tetap berada di dalam mobil.

“Assalamualaikum”, sapa petugas Satpol PP dan WH kepada pelaku yang berinsial AF itu.

Diketahui, ternyata AF berprofesi sebagai Staf Walikota Banda Aceh, sementara teman wanitanya diduga adalah seorang mahasiswi dari Fakultas Kedokteran, di salah satu perguruan tinggi negeri ternama di kota Banda Aceh. Sebut saja namanya Bunga (nama samara-red).

Parahnya lagi, saat petugas memeriksa, AF merasa tidak bersalah dan sempat terjadi perdebatan. “Saya salah apa, saya salah apa..!!” kata AF pada petugas.

Sementara petugas yang lain, terus melakukan pemeriksaan di dalam mobil Toyota Swift warna merah maron itu. Celakanya, petugas malah menemukan “celana dalam wanita warna merah beserta kutang (bra)”. Barang bukti itu pun segera diamankan oleh petugas.

Tak cukup disitu, petugas juga memeriksa handphone (HP) milik AF. Setelah itu, kedua pelaku dibawa ke Kantor Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh, untuk diproses secara hokum yang berlaku.

Ternyata kata sumber Tabloid Modus tadi, AF memiliki satu unit HP lainnya di dalam saku celananya. Nah, disaat petugas hendak bergerak pulang, maka saat itulah AF menelpon Kasatpol PP dan WH Kota Banda Aceh, Edi Syahputra.

Sejurus kemudian, Kasatpol tiba di tempat kejadian perkara (TKP), namun petugas sudah meninggalkan TKP. Kasatpol lalu menghubungi Danton Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh, Ismail via telepon. Dalam pembicaraannya itu, Kasatpol meminta pelaku untuk dilepaskan dan diturunkan dari mobil WH di kawasan Punge, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh.

Melihat hal itu, tentu sebagian besar anggota yang bertugas hari itu tidak bisa terima. Perdebatan sengit tak terelakkan lagi antara Danton dan Kasatpol.

Sesuai procedural, setiap pelanggar harus menjalani pemeriksaan terlebih dahulu di kantor, lalu mengikuti proses yang sudah ditentukan. Tapi, untuk kasus yang satu ini, hal tersebut tidak dilakukan sebagaimana mestinya.

Kedua pelanggar Syariat yang ditangkap itu justru ingin dilepaskan dan diturunkan dipinggir jalan oleh Kasatpol PP dan WH Kota Banda Aceh.

Ternyata, keinginan Kasatpol tidak dipenuhi oleh Danton Ismail. Begitupun, Kasatpol Edi Syahputra tidak menyerah begitu saja. Ketika mobil patroli Satpol PP dan WH yang sedang membawa para pelaku memasuki kawasan Lapangan Blang Padang, tiba-tiba satu unit mobil Toyota Avanza warna Hitam ber-plat Merah menghadang mobil patroli itu. Sontak saja, seluruh anggota Satpol PP dan WH terkejut. Karena yang keluar dari mobil Avanza bernomor polisi BL 136 itu adalah Kasatpol PP dan WH Banda Aceh, Edi Syahputra.

Tampa mengucapkan salam dan basa-basi layaknya seorang pemimpin, Edi langsung mengambil kedua pelaku yang di duga berkhalwat itu dan memasukkannya ke dalam mobil Avanza tadi. Mereka langsung pergi dan diketahui, kedua pelaku itu dilepaskan dengan seenak hati di depan Gedung DPR Kota Banda Aceh.

“Sungguh pimpinan tidak menghargai apa yang telah kami kerjakan” kata sumber Modus tersebut dengan nada yang kesal.

Sementara itu, mobil “Toyota Swift” warna merah maron dengan nomor polisi BL 303 LC yang dijadikan barang bukti, diperintahkan untuk di parkir ke Warkop Topik Khupi yang berada disamping Kantor Departemen Kementerian Agama Aceh. Sedangkan kunci mobilnya di titipkan pada Provos Kantor Satpol PP dan WH Banda Aceh.

Tak hanya itu, barang bukti berupa ‘celana dalam wanita dan kutang (bra)’ yang dibawa pulang oleh para petugas, juga diambil oleh Kasatpol dan dibawa kebelakang kantor untuk selanjutnya dibakar. Kesan yang terlihat adalah untuk menghilangkan barang bukti oleh pimpinan.

“Kenapa hal itu bisa terjadi?”. Menurut sumber Tabloid Modus tadi, Kasatpol melakukan hal itu dikarenakan merasa tidak enak hati telah menangkap seorang “Ajudan Walikota Banda Aceh”. 

Tapi persoalannya adalah, hukum haruslah ditegakkan kepada siapapun tanpa pandang bulu. Apakah karena pelaku seorang Ajudan Walikota Banda Aceh, sehingga hukum tidak berlaku bagi dirinya.

Kekesalan masih terlihat diwajah sejumlah anggota Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh. Kepada wartawan Tabloid Modus ini secara jujur dan terus terang mereka mengaku kecewa dengan sikap pemimpinya. “Saya tidak peduli siapapun, Kasatpol PP dan WH Kota Banda Aceh sekalipun, asalkan hukum tetap ditegakkan untuk semua orang tanpa pandang bulu.

“Masalahnya, semua barang bukti telah dihilangkan beserta kedua pelakunya dilepaskan”,katanya dengan nada suara yang tinggi.

Sebab, sambungnya, ketika hukum yang berpegang pada syariat ini dilanggar, berarti mereka telah menentang syariat dari Allah. Padahal Walikota Banda Aceh, Mawardy Nurdin bersama Wakilnya Illiza Sa’aduddin Djamal ingin menjadikan Banda Aceh ini sebagai Kota Madani.

Bagaimana syariat Islam bisa berjalan dengan baik, bila pimpinan WH nya sendiri tidak mampu konsisten dan berlaku adil kepada semua pelaku maksiat.

“Jangan dulu ngomong Kota Madani kalau Kepala Kesatuan WH nya saja begini, memangnya lebih hebat Ajudan Walikota dari pada Haji Bakri Usman (MBU). Kemudian apa bedanya dengan anak-anak mahasiswa yang sering kami tangkap? Ini sama sekali tidak adil. Ketika kita tidak adil kepada satu saja makhluk Allah, maka disitulah kezaliman demi kezaliman akan terus terjadi”, ungkapnya prihatin.

Padahal pihaknya tidak mengharapkan dinaikan gaji. Tapi yang diminta masyarakat adalah penegakan Qanun Syariat Islam itu bentul-betul diterapkan dengan baik”, sebut anggota Satpol PP dan WH itu.

Menariknya, Kasatpol PP dan WH Kota Banda Aceh, Edi Syahputra, walau mengakui adanya patroli rutin yang dilakukan oleh para petugasnya pada hari Selasa dua pekan yang lalu itu dikawasan wisata pantai Ulee Lhee, namun menepis isu bila pelaku maksiat itu adalah seorang Ajudan Walikota Banda Aceh berinsial AF.

“Yang ditangkap itu hanya pegawai biasa di Kantor Walikota, bukan Ajudan Walikota”, kata Edi Syahputra pada Tabloid Modus hari Kamis lalu.

Begitupun, dia mengatakan pelaku maksiat yang ditangkap petugas WH tersebut hanya dibina langsung di lapangan dan selanjutnya dilepaskan tanpa dibawa ke Kantor Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh.

Ketika ditanya oleh Tabloid Modus apakah Kasatpol PP dan WH Kota Banda Aceh yang melepaskan kedua pelaku maksiat dijalanan, dia mengatakan semua itu bohong. “Tidak ada itu. Semua kabar itu bohong!”, sergahnya cepat-cepat. Bahkan ia juga menyanggah bila dikatakan telah menghilangkan barang bukti berupa ‘celana dalam wanita warna merah dan kutang (bra) yang disita oleh petugas dari dalam mobil pelaku.

Bisa jadi, inilah salah satu potret buram penegakan Syariat Islam di Kota Banda Aceh yang diberi jaket “Kota Madani” itu.

“Apakah kita berperang melawan kemaksiatan ataukah memerangi pemimpin, siapa yang harus kita perangi terlebih dahulu”, kata salah seorang anggota Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh yang lainnya kepada Tabloid Modus.

Berdasarkan informasi terakhir yang diterima Tabloid Modus Aceh, Pria berinsial AF itu kini telah dipindahtugaskan ke Kantor Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Namun, tetap saja kasus ini telah menyakiti hati masyarakat kota yang berkomitmen menjalankan Syariat Islam dengan baik, benar dan lurus. []

---

Sumber : Tabloid Modus Aceh, Edisi 50, Terbitan tanggal 15 - 21 April 2013 . Foto : Repro Tabloid Modus.



Artikel Terkait Nasional