PORT MORESBY - Dua perempuan tua tewas dipenggal setelah terlebih dulu disiksa selama tiga hari. Ini merupakan kasus terbaru dalam rangkaian pembunuhan terkait isu penyihir di Papua Niugini.
Harian The Post-Courier, Senin (8/4/2013) melaporkan polisi yang datang ke lokasi pembunuhan yang terjadi pekan lalu itu tak bisa berbuat apa-apa karena kalah jumlah dibandingkan masyarakat yang tengah marah.
"Kami tak berdaya. Kami tak bisa mencegah pembunuhan itu," kata Inspektur Polisi Bougainville, Herman Birengka.
"Anggota kami malah diancam saat berusaha bernegosiasi agar kedua perempuan itu dibebaskan," lanjut Birengka.
Birengka melanjutkan, pembunuhan kedua perempuan itu sangat "kejam dan brutal". Kedua perempuan itu ditangkap pada Selasa pekan lalu oleh keluarga seorang guru yang meninggal dunia belum lama ini.
"Kedua perempuan tua itu dikepung, lalu dibawa ke desa Lopela setelah mereka dituduh mempraktikkan sihir dan disalahkan atas kematian sang guru yang berasal dari desa Lopele," ujar Birengka.
Kedua perempuan itu kemudian disekap dan disiksa selama tiga hari, sebelum dipenggal di hadapan polisi yang tak bisa berbuat banyak mencegah kekejaman itu. Demikian laporan sejumlah media Papua Niugini.
Pembunuhan itu terjadi hanya beberapa hari setelah kabar penyiksaan enam perempuan yang dituduh penyihir di kawasan Southern Highlands. Bulan lalu, seorang perempuan yang dituding sebagai penyihir juga dibakar hingga tewas.
Organisasi pembela HAM, Amnesti Internasional mendesak pemerintah Papua Niugini untuk menghentikan praktik brutal masyarakat itu. Sebagian besar masyarakat Papua Niugini masih mempercayai sihir sebagai penyebab musibah dan kematian yang tak bisa dijelaskan penyebabnya.