Bagi penggemar sepak bola, Abel Xavier tentu bukanlah sosok yang asing. Pemain ini pernah merumput di sejumlah klub terkemuka, seperti Everton FC, PSV Eindhoven, Liverpool FC, dan sejumlah klub lainnya.
Ia biasa tampil di lapangan hijau dengan gayanya yang nyentrik. Gayanya seperti pemain basket NBA, Dennis Rodman.
Pencinta olahraga si kulit bundar juga pasti tak akan lupa dengan sosok Xavier saat Portugal berhadapan dengan Prancis pada semifinal Piala Eropa 2000.
Pemain belakang Timnas Portugal itu dinyatakan terkena handsball di kotak penalti. Handsball yang kontroversial itu membuat mimpi Portugal untuk melaju ke babak final akhirnya kandas.
Lantaran Xavier, Portugal tersingkir dari perhelatan sepakbola negara-negara Eropa tersebut secara tragis. Sosok Xavier memang mudah diingat, bukan hanya karena permainannya di lapangan hijau, melainkan juga karena penampilannya yang terbilang nyentrik.
Bek asal Portugal itu memang dikenal senang menata rambutnya. Selama merumput di lapangan hijau, ia pernah tampil dengan rambut dan jambang berwarna blonde.
Di lain kesempatan, ia mengecat jambang dan rambutnya dengan warna putih dan tetap menyisakan warna hitam di bagian akar rambutnya.
Di pengujung kariernya sebagai pesepak bola, lagi-lagi ia membuat gempar para pencinta si kulit bundar di seantero dunia dengan pengakuannya yang terbilang mengejutkan.
Pada Desember 2009, ia menyatakan dirinya telah menjadi seorang mualaf. Bahkan, ia juga mengganti namanya dengan Faisal Xavier.
Abel Luis da Silva Costa Xavier atau lebih dikenal dengan Abel Xavier lahir pada 30 November 1972 di Mozambik (provinsi Portugal). Ia memulai karier sebagai pesepak bola profesional saat bergabung bersama Estrela da Amadora pada usia 18 tahun.
Tiga tahun kemudian, ia bergabung dengan SL Benfica, klub sepak bola yang bermain di ajang liga utama kompetisi sepak bola Portugal.
Ia juga sempat merumput bersama Benfica selama dua musim (1993-1995). Di klub elite tersebut, Xavier berhasil membawa klub berjuluk the Eagle menjadi juara Liga Portugal. Berkat talenta yang hebat sebagai defender, banyak klub Eropa tertarik padanya.
Namun, ia lebih memilih bergabung bersama AS Bari, sebuah klub gurem di Liga Serie A Italia. Saat membela Bari, karier Xavier tidak begitu cemerlang sehingga ia dijual oleh klubnya ke klub La Liga Spanyol, Real Oviedo pada 1996.
Di klub barunya itu, Xavier tidak bertahan lama. Pada 1998, klub sepak bola asal negeri Belanda, PSV Eindhoven, memboyongnya.
Lagi-lagi Xavier tidak bertahan lama merumput di liga Belanda. Ia kemudian mencoba peruntungannya di ajang Liga Primer Inggris. Ia tercatat pernah membela Everton FC (1999-2002) dan Liverpool FC (2002-2003).
Saat terikat kontrak dengan Liverpool, Xavier sempat bermain bersama klub sepak bola asal Turki, Galatasaray SK, dengan status sebagai pemain pinjaman.
Xavier juga sempat mencicipi kompetisi Bundesliga selama satu musim (2003-2004) bersama Hannover 96. Ia kemudian memilih bergabung dengan AS Roma (2005) dan Middlesbrough FC (2005-2007) sebelum akhirnya hijrah ke Amerika Serikat pada 2007.
Di negeri Paman Sam ini, ia bergabung dengan klub MLS (Major League Soccer) yang pernah mengontrak David Beckhan, Los Angeles (LA) Galaxy.
Xavier memilih hengkang dari Middlesbrough karena ingin mencari tantangan baru dan menolak tawaran kontrak baru dari Boro.
Kepindahannya ke Amerika Serikat sangat disayangkan beberapa klub di Inggris mengingat persepakbolaan Amerika Serikat masih dalam tahap berkembang. Keputusannya tersebut dinilai justru akan mengakhiri karier sepak bola Xavier.
Kekhawatiran banyak pihak karier Xavier akan berakhir di LA Galaxy benar-benar terbukti. Setelah bermain selama satu musim, manajemen LA Galaxy memutuskan tidak memperpanjang kontrak Xavier menyusul perselisihan yang terjadi antara dirinya dan sang pelatih Ruud Gullit.
Perselisihan antara pemain dan pelatih ini bermula dari keputusan Gullit yang mendatangkan pemain baru untuk mengisi posisi yang ditempati Xavier. Pemain tersebut adalah Eduardo Dominguez yang berasal dari klub Liga Klausura (Liga Argentina), Huracan.
Kepada kantor berita Associated Press (AP), Xavier mengungkapkan dia merasa kecewa terhadap keputusan Gullit.
Seperti dilansir AP, Xavier berkata, ”Gullit melakukan hal yang saya anggap sangat arogan. Sebagai pemain, dia tergolong hebat. Namun, sebagai pelatih, dia bukan apa-apa.”
Setelah dikeluarkan dari LA Galaxy, Xavier kesulitan mencari klub sehingga ia pun otomatis tidak lagi merumput di lapangan hijau.
Hal tersebut tentu saja membuat hidupnya makin terpuruk. Dalam keadaan terpuruk, Xavier mengaku menemukan kenyamanan dalam Islam. Dia pun akhirnya memutuskan untuk mempelajari Islam.
”Pada saat-saat sedih, saya menemukan kenyamanan dalam Islam. Perlahan-lahan, saya belajar agama yang mengedepankan perdamaian, kesetaraan, kebebasan, dan harapan ini,” paparnya seperti dilansir laman berita olahraga goal.com.
Pada 23 Desember 2009, dalam sebuah konferensi pers yang digelar di stadion Ras Al Khaimah di Uni Emirat Arab, Xavier mengumumkan perihal keislamannya dan nama barunya, Faisal Xavier.
Dalam konferensi pers tersebut, ia juga mengumumkan perihal pengunduran dirinya dari lapangan hijau untuk selamanya.
”Ini perpisahan emosional dan saya berharap untuk ikut serta dalam sesuatu yang sangat memuaskan dalam babak baru hidup saya,” kata pria yang lebih memilih menggunakan nama Faisal.
Ia tidak bercerita lebih panjang mengenai bagaimana dirinya mempelajari Islam. Ia hanya berterima kasih kepada keluarga besar Kerajaan Uni Emirat Arab. ”Mereka memeluk saya dan membuat saya merasa istimewa.” Interaksinya dengan keluarga Kerajaan Uni Emirat Arab semakin membuka matanya dalam menilai Islam.
Keputusannya ini menjadi berita besar di berbagai media massa dunia. Meski berat harus meninggalkan dunia yang telah memberinya limpahan materi dan ketenaran, Faisal mengaku ikhlas. Ia pun merasa berutang budi karena hidupnya sekarang yang boleh dikatakan berhasil.
Apalagi, setelah pindah agama dan menjadi seorang Muslim, Faisal belajar banyak hal tentang kepedulian, perhatian, dan empati kepada sesama. Menjadi seorang Muslim membuat dirinya merasa lebih bermanfaat bagi kehidupan untuk sesama.
Setelah tidak lagi bermain bola, Xavier kini mengisi hidupnya dengan melakukan berbagai kegiatan amal serta aktif di berbagai kegiatan kemanusiaan.
Salah satunya dengan ikut ambil bagian dalam proyek-proyek kemanusiaan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang akan bermanfaat bagi kehidupan jutaan orang di Afrika di samping ia juga bekerja dalam industri film Amerika Serikat (AS).