Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menetapkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi terkait proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Lantaran menjadi tersangka, Anas harus bersedia mundur dari posisinya di Partai Demokrat.
Hal ini diungkapkan Ketua DPP Partai Demokrat Achsanul Qosasi, Jumat (22/2/2013), saat dihubungi wartawan. "Sesuai dengan pakta integritas, Anas harus mundur," ucap Achsanul singkat.
Achsanul belum dapat berkomentar lebih jauh lantaran masih menunggu sikap partai. "Semoga masalah ini segera selesai," harap Achsanul.
Adapun, Anas Urbaningrum sudah menandatangani pakta integritas yang berisi 10 pokok perjanjian yang mengikat bagi seluruh kader Partai Demokrat. Salah satu pakta integritas itu berisi bersedia untuk mundur dari pengurus partai manakala ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara hukum.
Seperti diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi secara resmi mengumumkan status tersangka Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam jumpa pers, Jumat (23/2/2013). Anas ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima hadiah atau janji terkait yang berkaitan dengan kewenangannya sebagai anggota DPR RI 2009-2014. Sebelum menjadi ketua umum, Anas merupakan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR.
"Perlu disampaikan berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan beberapa kali termasuk hari ini, dalam proses penyelidikan dan penyidikan terkait dengan dugaan penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan proses pelaksanaan pembangunan Sport Centre Hambalang atau proyek-proyek lainnya, KPK telah menetapkan saudara AU sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Johan Budi dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (22/2/2013) malam.
Menurut Johan, Anas tidak hanya diduga menerima pemberian hadiah terkait perencanaan, pelaksanaan, dan pembangunan pusat olahraga Hambalang, melainkan terkait proyek-proyek lainnya. Namun Johan tidak menjelaskan lebih jauh mengenai proyek lain yang dimaksudkannya itu.
Mengenai nilai hadiah atau gratifikasi yang diterima Anas, Johan mengatakan akan mengeceknya terlebih dahulu. Dia pun enggan menjawab saat ditanya apakah gratifikasi yang diduga diterima Ana situ dalam bentuk Toyota Harrier. “Jangan kita bicarakan materi,” ujarnya.
KPK menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penetapan Anas sebagai tersangka ini diresmikan melalui surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 22 Februari 2013. Sprindik atas nama Anas tersebut, kata Johan, ditanda tangani Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Johan juga menegaskan kalau penetapan Anas sebagai tersangka ini sudah berdasarkan dua alat bukti yang cukup. “Saya juga menegaskan, jangan kait-kaitkan proses di KPK dengan proses politik,” tambah Johan